Total Tayangan Halaman

Selasa, 23 November 2010

KERAPU BEBEK


Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai potensi sumberdaya ikan yang sangat melimpah. Dalam pembangunan sektor perikanan selain sebagai penyokong kebutuhan protein hewani bagi masyarakat juga membuka lapangan kerja, menambah pendapatan masyarakat serta sebagai sumber devisa negara. Bahkan saat ini dalam kondisi krisis moneter, komoditas perikanan merupakan komoditas ekspor yang memiliki harga jual yang tinggi di pasar.
Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) merupakan salah satu jenis ikan laut yang mempunyai prospek yang cerah dan layak dikembangkan sebagai ikan budidaya laut karena mempunyai nilai ekonomis yang tinggi dipasar lokal maupun internasional. Selain itu Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) juga potensial untuk dibudidayakan karena pertumbuhannya relatif cepat, mudah untuk dipelihara, mempunyai toleransi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan dan dapat dikembangkan di Keramba Jaring Apung (KJA).
Ikan kerapu bebek atau kerapu tikus (Cromileptes altivelis), sejenis ikan karang, berprospek cukup cerah karena kelezatan dagingnya. Permintaan  terus meningkat, baik untuk pasar ekspor maupun lokal. Harga jualpun sangat tinggi, bias mencapai ratusan ribu rupiag per kilogram. Peluang budidaya terbuka luas karena lahan karena lahan usaha budidaya cukup tersedia dan keuntungannya besar.
Dilihat dari prospek pasar ikan kerapu bebek yang merupakan  sebagai salah satu komoditas unggulan, maka usaha kerapu bebek bisa menjadi salah satu pilihan untuk di kembangkan, Ikan kerapu bebek selain untuk konsumsi juga bisa sebagai ikan hias saat ukuran benih atau pendederan (3-7 cm). Bentuk dan warnanya yang menarik yaitu bintik-bintik kebiru-biruan agak kuning terang sehingga enak dilihatnya.
Ikan kerapu bebek merupakan salah satu jenis ikan laut yang dapat dibudidayakan dan harganya cukup tinggi. Usaha pembesarannya dengan menggunakan keramba jaring apung sudah dikembangkan di masyarakat,  namun konsekuensi dan perkembangan usaha pembesaran ikan kerapu bebek tersebut menuntut ketersediaan benih yang siap di tebar. Benih tersebut harus berkualitas, jumlah cukup dan terus menerus.
Salah satu tempat pendederan kerapu bebek adalah BBPBAP jepara yang telah mengembangkan teknik pendederan ikan kerapu bebek dengan penerapan tenologi pendederan sehingga menghasilkan benih ikan kerapu yang memiliki kualitas baik dan jumlah yang tersedia secara kontinyu.
Menurut akbar (2009), Ikan kerapu bebek adalah jenis ikan karang yang hanya hidup dan tumbuh cepat di daerah tropis, Ciri khasnya terletak pada bentuk moncong yang menyerupai bebek sehingga disebut kerapu bebek.

Adapun klasifikasi adalah sebagai berikut :
Phyllum                 :  Chordata
Subphylum            :  Vertebrata
Class                     :  Osteichyes
Subclass               :  Actinopterigi
Ordo                      :  Percomorphi
Subordo                :  Percoidea
Family                   :  Serranidae
Subfamili               :  Epinephihelinae
Genus                   :  Cromileptes
Spesies                 :  Cromileptes altivelis

Menurut akbar (2002)menyebutkan bentuk tubuh bagian punggung meninggi dengan bentuk cembung (Concaver). Ketebalan tubuh sekitar 6,6 – 7,6 cm dari panjang spesifik sedangkan panjang tubuh maksimal sampai 70 cm. Ikan ini tidak mempunyai gigi canine (gigi yang terdapat dalam geraham ikan) lubang hidung hidung besar berbentuk bulan sabit dertical, kulit berwarna terang abu-abu kehijauan dengan bintik-bintik hitam diseluruh kepala, badan dan sirip. Pada kerapu bebek muda, bintik hitamnya lebih besar dan sedikit.

Penyebaran dan Habitat
. Ikan kerapu tersebar luas dari wilayah Asia Pasifik termasuk Laut Merah, tetapi lebih terkenal dari teluk Persi, Hawai, atau Polinesia dan hampir seluruh perairan pulau tropis Hindia dan Samudera Pasifik Barat dari Pantai Timur Afrika sampai dengan Mozambika. Di Indonesia ikan kerapu bebek banyak didapati di daerah perairan Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, Pulau Buru dan Ambon dengan salah satu indikator adanya kerapu di daerah berkarang . Kerapu berkembang baik pada terumbu karang hidup maupun mati atau perairan karang berdebu dan tide pools .Dalam siklus hidup, kerapu bebek muda hidup diperairan karang pantai dengan kedalaman 3-5 m dan kerapu dewasa hidup pada kedalaman 40 – 60 m .Parameter ekologis yang cocok untuk pertumbuhan ikan kerapu yaitu pada kisaran suhu 24 – 31°C, salinitas antara 30 – 33 ppt, kandungan oksigen terlarut lebih besar dari 3,5 ppm dan pH antara 7,8 – 8,0 .(Departemen pertanian, Direktorat jenderal perikanan 1999)
Effendi, 2002 menyampaikan bahwa ikan kerapu bebek merupakan jenis ikan bertipe hermaprodit protogini, yaitu pada tingkat perkembangan mencapai dewasa (matang gonad), proses diferensiasi gonadnya berjalan dari fase betina ke fase jantan atau dapat dikatakan ikan kerapu bebek ini memulai siklus hidupnya sebagai ikan betina kemudian berubah menjadi ikan jantan. mengatakan fenomena perubahan jenis kelamin pada ikan kerapu bebek sangat erat hubungannya dengan aktivitas pemijahan umur ikan, indeks matang kelamin dan ukuran tubuh.  Induk kerapu bebek yang ditangkap di alam memiliki ukuran kecil dan pada umumnya berjenis kelamin betina.  Induk ikan akan mengalami pematangan kelamin sepanjang tahun.

Siklus Reproduksi
Kerapu bebek bersifat hermaprodit protogini, yaitu pada perkembangan mencapai dewasa (matang gonad) berjenis kelamin betina dan akan berubah menjadi jantan apabila tumbuh menjadi lebih besar  atau bertambah tua umurnya, fenomena ini berkaitan erat dengan aktivitas pemijahan, umur, indeks kelamin, dan ukuran. Kerapu matang gonad pada ukuran panjang 38 cm .Umumnya kerapu bersifat soliter tetapi pada saat akan memijah akan bergerombol musim pemijahan ikan kerapu terjadi pada Bulan Juni – September dan Nopember – Februari terutama pada perairan kepulauan Riau, Karimun, Jawa dan Irian Jaya. Berdasarkan perilaku makannya ikan kerapu menempati struktur tropik teratas dalam piramida rantai makanan salah satu sifat buruk dari ikan kerapu adalah sifat kanibal tapi pada kerapu bebek sifat kanibalis tidak seburuk pada kerapu macan dan kerapu lumpur.( Tampubulon dan Mulyadi, 1989)
ikan kerapu bebek merupakan jenis ikan bertipe hermaprodit protogini, yaitu pada tingkat perkembangan mencapai dewasa (matang gonad), proses diferensiasi gonadnya berjalan dari fase betina ke fase jantan atau dapat dikatakan ikan kerapu bebek ini memulai siklus hidupnya sebagai ikan betina kemudian berubah menjadi ikan jantan. (Effendi, 2002)

Teknik Pendederan Kerapu Bebek
Kerapu bebek, ukuran panjang rata-rata 5-6 cm dipelihara dalam bak fiber  kapasitas 2 ton dengan kepadatan 500 ekor/bak, sampai mencapai ukuran 25 – 30 gram.   Pakan yang digunakan adalah pellet komersial dengan penambahan probiotik 1 mg / kg pakan untuk perlakuan (A); 2 mg/kg pakan (B); 3 mg/kg pakan (C) dan kontrol ( tanpa penambahan probiotik)  dengan tanpa ulangan.  Pakan diberikan 3 – 4 kali sehari secara ad libitum (sampai kenyang).  Pakan yang terkonsumsi dicatat setiap harinya untuk mengetahui FCR pada akhir masa pemeliharaan.  Untuk meningkatkan daya tubuh ikan, selama pemeliharaan   diberikan vitamin C dengan dosis 2 gram/kg pakan dan multivitamin 3 gram/kg pakan, seminggu sekali.( Sutrisno E, dkk 2003 ).

Persiapan Bak pendederan
Dalam melakukan persiapan wadah dan air untuk pendederan kerapu ini perlu pengetahuan mengenai kehidupan/biologi ikan kerapu tersebut, khususnya lingkungan yang diperlukan untuk hidup dan kehidupannya. Bak yang digunakan untuk pendederan ikan kerapu ini dapat berupa bak beton, fiberglass, bak kayu dilapisi plastik atau akuarium. Ukuran bak dapat bermacam-macam dan biasanya dapat menentukan kepadatan dan ukuran benih yang akan ditebar. Hal yang harus diperhatikan adalah kemudahan dalam pengaturan aerasi dan pengelolaan air pada bak tersebut. Jadi bak harus dilengkapi dengan pipa pemasukan dan pipa pengeluaran air. Bak yang digunakan untuk pendederan kerapu ini dapat berbentuk bulat atau empat persegi Panjang ( Aslianti T ,dkk 1989 ).
Salah satu gambaran bentuk bak yang digunakan untuk pendederan kerapu adalah bak beton berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran 1,2 m x 4 m x 0,8 m yang dapat diisi air sekitar 2,5-3,5 m3. Pada bak ini dapat ditebar 2500-3500 ekor benih kerapu yang berukuran 1.5–3 cm atau dengan padat tebar sekitar 1 ekor/liter. Pada salah satu sisi panjang bak pendederan ini dilengkapi dengan pipa PVC ¾ inci sebagai saluran aerasi. Pipa saluran aerasi diberi lubang sebanyak 4 buah dengan jarak antar lubang dibuat sama. Selang aerasi yang digunakan berdiameter 1/16 inci, setiap selang aerasi dilengkapi dengan batu aerasi dan pemberat. Jarak batu aerasi dengan dasar bak sebaiknya 5-10 cm. Pada bak beton tersebut dibuatkan saluran pemasukan untuk memasukkan air dari bak tandon, dapat berupa pipa PVC berukuran ¼ inci yang dilengkapi dengan keran. Disamping itu disalah satu sisi bagian yang lain dibuatkan saluran pengeluaran yang terbuat dari bahan pipa PVC dengan diameter 2 inci yang dilengkapi pula dengan keran. Dasar bak dibuat miring 2-3% ke arah pembuangan. Penggunaan bak dari bahann fiberglass umumnya berukuran 2.5 m x 1.2 m x 0.7 m yang dapat diisi air sekitar 2 m3, hanya dapat ditebari benih ikan kerapu sebanyak 2000 ekor per wadah dengan kepadatan dan ukuran benih yang sama. Bak ini juga dilengkapi dengan pipa pemasukan dan pengeluaran air serta selang aerasi. Sebelum benih ditebar, bak pemeliharaan dan peralatan yang akan digunakan harus dibersihkan terlebih dahulu. Bak pendederan disiram dengan desinfektan berupa larutan kaporit 100-150 ppm pada seluruh sisi bagian dalam bak dan didiamkan selama 24 jam. Penyiraman\ dengan kaporit ini untuk mempermudah pekerjaan membersihkan dasar dan dinding bak dari kotoran yang menempel. Setelah itu bak danperalatan disikat dan dibilas dengan menggunakan air tawar sampai bau kaporit hilang, kemudian dikeringkan selama sehari. Kegiatan pembersihan ini bertujuan pula agar semua organisme yang menempel atau bakteri di dinding bak dan peralatan lainnya mati. Setelah bersih, bak diisi air laut dan diaerasi selama 2 hari sebelum digunakan (Akbar S, Sudaryanto 2002 )

Penyediaan Air
Air laut yang akan digunakan secara fisik, kimiawi maupun biologis harus memenuhi syarat untuk kehidupan ikan kerapu. Air laut dapat diambil dari laut dengan jarak 100-300 m dari garis pantai, tergantung kelayakan kondisi air laut tersebut. Air untuk pendederan kerapu  yang dipompa dari laut sebaiknya disaring terlebih dahulu melewati saringan pasir (sand filter) yang diletakkan pada ujung pipa berdiater 4 inci. Air tersebut kemudian ditampung pada bak penyaringan. Di dalam bak penyaringan (bak filter) ini disusun batu kali, kerikil, arang dan ijuk sehingga air yang melewati saringan ini akan terbebas dari kotoran. Setelah dari bak filter, air dialirkan ke tandon (reservoar) dan siap digunakan sebagai media untuk pendederan ikan. Pada bak tandon ini sebaiknya dilakukan aerasi secara terus menerus, agar oksigen terlarut dalam air dapat terpenuhi sesuai dengan kebutuhan ikan dan untuk melepaskan bahan-bahan beracun ( Akbar S, Sudaryanto 2002 )
Bak penetasan telur yang sekaligus merupakan bak pemeliharaan larva dengan penambahan phytoplankton Chlorella, dengan kepadatan 5.103-104sel/ml. Phytoplankton akan menggeliminir pembusukkan yang ditimbulkanoleh telur yang tidak menetas dan sisa cangkang telur yang ditinggalkan.Pembersihan dasar bak dengan cara penyiponan dilakukan pada hari pertama dengan maksud untuk membuang sisa-sisa telur yang tidak menetas dan cangkang telur. Penggantian air dilaksanakan pertama kalipada saat larva berumur 6 hari (D6) yaitu sebanyak 5 – 10%. Penggantian air dilakukan setiap hari dan dengan bertambahnya umur larva, maka volume air perlu diganti juga semakin banyak.
Pada saat larva telah berumur 30 hari (D30) pengganti air dilakukan sebanyak 20% dan bila larva telah berumur 40 hari (D40) air yang diganti sebanyak 40% ( Sunyoto, P. dan Mustahal. 2002 )

Pemeliharaan Larva
Sama seperti penanganan telur ikan lainnya, penangan telur ikan kerapu juga sangat penting dilakukan sebelum penebaran telur. Telur yang didapat dari panti benih dimasukkan dalam wadah penetasan telur yang diaerasi. Wadah penetasan telur dapat berupa akuarium atau fiber glass yang berbentuk persegi atau bundar. Sebelum telur dimasukan ke dalam wadah penetasan sebaiknya dilakukan aklimasi suhu dan salinitas ( Syamsul Akbar, dkk 2002 )
Aklimasi sangat penting untuk dilakukan karena telur ikan kerapu sangat sensitif terhadap suhu dan salinitas. Oleh karena itu sebelum kantong plastik dibuka, kontong plastik yang berisi telur di wadah penetasan telur selama 15-30 menit. Indikasi suhu air dalam kantong plastik dan suhu air dalam wadah penetasan adalah terjadi pengembunan dalam kantong plastik yang dengan mudah dapat diamati. Selanjutnya kantong plastic dapat dibuka dan salinitasnya diukur dengan mengunakan refraktometer telur dapat dimasukkan ke dalam wadah penetasan jika salinitas kedua air laut tersebut sama. Dalam memasukkan telur ke wadah penetasan, harus dilakukan dengan hati-hati dan secara perlahan-lahan baik dengan menuangkan langsung atau dengan menggunakan gayung. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi benturan fisik yang menyebabkan telur menjadi rusak. Setelah itu aerasi dipasang, setelah teraduk sempurna telur dihitung dengan cara sampling ( Aslianti T ,dkk 1989 )
Untuk memisahkan telur yang baik dan buruk, telur didiamkan selama 5-10 menit tanpa aerasi. Telur yang baik berwarna transparan dan akan mengapung di permukaan air, sedangkan telur yang buruk akan mengendap di dasar wadah. Telur yang mengendap dibuang melalui penyiponan atau membuka kran yang ada di dasar wadah . Telur yang dibuang ditampung dalam ember yang selanjutnya dihitung jumlahnya dengan cara sampling. 

Pembuangan telur yang buruk dilakukan agar telur yang buruk tidak merusak media penetasan telur. Selanjutnya telur diaerasi, agar telur teraduk secara sempurna. Pada suhu 29-30oC telur umumnya akan menetas 16-19 jam setelah ovulasi. Penghitungan jumlah larva dapat dilakukan dengan cara sampling larva dan perhitungannya sama seperti pada perhitungan telur. 

Setelah semua larva menetas maka aerasi dihentikan untuk memisahkan larva yang baik dan buruk. Sama seperti telur, larva yang baik akan berenang di permukaan sedangkan larva yang buruk akan tetap di dasar wadah. Larva yang buruk, telur yang tidak menetas dan cangkang telur yang ada di dasar disipon dan dibuang. Selanjutnya larva yang menetas ditebar ke bak pemeliharaan larva. Dalam menebar larva dilakukan dengan hati-hati dan perlahan-lahan dengan menggunakan gayung dengan tujuan agar larva tidak stres. Larva ditebar dengan kepadatan 15-20 ekor/l. Perhitungan persentase telur yang baik dan daya tetas telur sangat penting untuk mengetahui kualitas telur yang didapat. Pada umumnya jika persentasi jumlah telur yang buruk dan daya tetas larva lebih besar dari 40% maka kualitas telur dapat dikatakan buruk ini akan berpengaruh terhadap kondisi larva. Pemeliharaan larva sebaiknya tidak dilanjutkan jika kualitas telur kurang baik. Hal ini dikarenakan akan timbul banyak permasalahan dalam pemeliharaan larva dan kelangsungan hidup larva akan rendah. Kualitas air yang baik bagi pendederan ikan kerapu jika air mempunyai salinitas 28-35 ppt, DO > 4 mg/l, pH 7,5-8,5 serta suhu 27-31 0C ( Aslianti T ,dkk 1989 ).

Pemberian Pakan
Pakan yang dipersiapkan untuk larva ikan kerapu terdiri dari pakan alami dan pakan buatan : Pakan alami yang dipersiapkan melalui kultur massal secara terpisah seperti Chlorella Sp. ; rotifera (Brachionus plicatilis);  Artemia dan jambret (Mysidaceae).  Sedangkan pakan buatan diberikan untuk melengkapi kebutuhan nutrisi larva jika pakan alami tidak mencukupi Pemberian pakan ini sampai larva berumur 16 hari dengan penambahan secara bertahap rotifera sampai kepadatan 5 ~ 10 ekor/ml plytoplankton 105 – 2.105 sel/ml media ( Syamsul Akbar, dkk 2002 )
Umur 9 hari mulai diberi pakan naupli artemia yang baru menetas dengan kepadatan 0,25 ~ 0,75 ekor/ml media, pakan diberikan sampai larva berumur 25 hari dengan peningkatan kepadatan mencapai 2 ~ 5 ekor/ml media. Umur 17 hari larva dicoba diberi pakan artemia yang telah berumur 1 hari kemudian secara bertahap diubah dari artemia berumur 1 hari ke artemia setengah dewasa dan akhirnya artemia dewasa sampai larva berumur 50 hari. Setelah larva berumur 29 – 31 hari berubah menjadi benih aktif, menyerupai kerapu dewasa. Pada saat ini mulai dicoba pemberian pakan dengan cincangan daging ikan ( Syamsul Akbar , dkk 2002 )
Pakan yang digunakan adalah pellet komersial dengan penambahan probiotik 1 mg / kg pakan untuk perlakuan (A); 2 mg/kg pakan (B); 3 mg/kg pakan (C) dan kontrol ( tanpa penambahan probiotik)  dengan tanpa ulangan.  Pakan diberikan 3 – 4 kali sehari secara ad libitum (sampai kenyang).  Pakan yang terkonsumsi dicatat setiap harinya untuk mengetahui FCR pada akhir masa pemeliharaan.  Untuk meningkatkan daya tubuh ikan, selama pemeliharaan   diberikan vitamin C dengan dosis 2 gram/kg pakan dan multivitamin 3 gram/kg pakan, seminggu sekali ( Aslianti T ,dkk 1998 )
Ikan Kerapu bebek merupakan hewan karnivor yaitu jenis ikan pemakan daging sebagaimana jenis kerapu dewasa lainnya yang memakan  ikan-ikan kecil dan krustacea sedangkan untuk benih  memangsa larva  moluska (trokovor), kopepoda, zooplankton, cephalopoda dan rotivera. Sebagai ikan karnivor kerapu cenderung menangkap mangsa yang aktif bergerak di dalam kolong air, kebiasaan makan kerapu  malam dan siang hari dan lebih aktif pada waktu fajar dan senja hari (Tampubolon dan Mulyadi, 1989)

Pengambilan Contoh Larva
Untuk mengetahui pertumbuhan, setiap 2 minggu sekali dilakukan sampling sebanyak 10 % dari populasi/perlakuan dengan mengukur panjang dan berat ikan.  Sedang sintasan ikan dihitung pada akhir fase pemeliharaan pendederan dan akhir fase penggelondongan saja. Pengukuran terhadap panjang dan berat benih merupakan cara yang paling sederhana untuk mengetahui pertumbuhan benih selama masa pemeliharan. Untuk menyederhanakan sekaligus mengurangi banyaknya penanganan, pemantauan pertumbuhan cukup dilakukan dengan pengukuran panjang individu.  Hal ini karena standar yang umum digunakan di pasaran adalah ukuran panjang benih. Pelaksanaan sampling sebaiknya dilakukan bersamaan dengan kegiatan-kegiatan lain seperti saat grading atau pengobatan.  Sampling dapat dilakukan setiap dua minggu sekali sebanyak 10 %–20 % dari total biomasa dan sekaligus memperhitungkan prosentase tiap-tiap ukuran yang ada. ( Sutrisno E, dkk 2003 ).

Pengendalian Penyakit dan Hama Pada Pendederan Kerapu Bebek
Secara umum penanganan penyakit meliputi tindakan diagnosa, pencegahan dan pengobatan.  Diagnosa yang tepat diperlukan dalam setiap rencana pengendalian penyakit, termasuk pengetahuan mengenai daur hidup dan ekologi organisme penyebab penyakit. Diagnosa yang tepat akan menghasilkan kesimpulan yang tepat dan tindakan penanggulangan yang lebih terarah.
Tindakan pencegahan sebenarnya merupakan tujuan utama dalam rencana pengendalian penyakit.  Tindakan ini meliputi  :
-       mempertahankan kualitas air tetap baik
-       mengurangi kemungkinan penanganan yang kasar
-       pemberian pakan yang cukup, baik mutu, ukuran maupun jumlahnya
-       mencegah menyebarnya organisme penyebab penyakit dari bak pemeliharaan yang satu ke bak pemeliharaan yang lain.
Pengobatan sebaiknya merupakan usaha akhir jika tindakan pencegahan tidak memberikan hasil yang memuaskan. Efek samping dari pemberian obat-obatan kadang malah menimbulkan masalah, seperti terjadinya resistensi terhadap ikan dan kemungkinan meninggalkan residu yang tidak diharapkan.
a)    Penyakit Parasiter
Jenis parasit yang sering menyerang ikan kerapu pada tingkat pendederan adalah sejenis kutu ikan golongan crustacea, cacing pipih golongan trematoda, protozoa dan tricodina.
-  Kutu Ikan
Parasit sejenis kutu, bentuknya seperti Argulus yang merupakan golongan Crustacea, banyak menyerang pada pendederan kerapu.   Parasit ini berbentuk pipih seperti kutu, berukuran 2–3 mm, menempel pada permukaan tubuh ikan terutama pada bagian kulit dan sirip. Serangan dalam jumlah besar akan mengakibatkan kematian, karena parasit ini menghisap darah ikan dan mengakibatkan tubuh mangsanya berlubang, sehingga ikan mudah terkena infeksi sekunder yaitu jamur dan bakteri.
Gejala yang diperlihatkan adalah : ikan berenang lamban, nafsu makan menurun, sisik mudah lepas, insang berwarna merah pucat, terdapat luka pada bagian tubuh ikan dan sering menggesek-gesekkan tubuhnya ke sisi jaring/bak atau berenang miring seolah-olah ikan merasa gatal.  Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari serangan parasit ini adalah dengan memisahkan ikan yang terserang dari ikan yang sehat, agar  tidak tertulari.  Sedikitnya dua minggu sekali ikan direndam dalam air tawar selama 10–15 menit.  Pada waktu perendaman, parasit yang menempel akan lepas dan mati. Parasit yang mati akan terlihat jelas yaitu berwarna putih transparan. Pengobatan ikan yang baru terserang parasit ini cukup dengan cara perendaman tersebut. Biasanya ikan sembuh setelah 2–3 hari kemudian. Jika ikan telah mengalami luka-luka dapat dilakukan perendaman dalam air tawar, kemudian dilanjutkan dengan perendaman didalam larutan acriflavin 10 ppm/jam. (Kurniastuty, dkk 2004)
-  Cacing Pipih
Jenis cacing pipih yang biasanya menyerang adalah Diplectanum sp. yang merupakan golongan Trematoda. Gejala yang diperlihatkan adalah : nafsu makan berkurang, warna pucat baik pada tubuh maupun insang, produksi lendir tinggi, ikan berenang di permukaan air serta megap-megap dengan tutup insang terbuka dan sering menggosok-gosokkan tubuh ke bak pemeliharaan. Umumnya serangan parasit ini sering bersamaan dengan penyakit vibriosis. Untuk menanggulangi serangan cacing jenis ini dapat dilakukan perendaman dengan air tawar selama 15 menit kemudian untuk mengantisipasi adanya infeksi sekunder direndam acriflavin 10 ppm selama 1 jam.  Biasanya ikan akan sembuh setelah 4–6 hari perawatan.
-  Protozoa
Jenis protozoa yang biasa menyerang adalah Cryptocarion irritans. Penyakit yang ditimbulkannya disebut Cryptocarioniasis. Gejala yang diperlihatkan    adalah : terdapat bintik putih yang terlihat berbentuk titik yang cukup dalam, terdapat luka yang tersebar dan terjadi pendarahan pada kulit bagian dalam, pendarahan ini kemungkinan disebabkan karena ikan menggesek-gesekkan tubuhnya ke bak yang diakibatkan oleh rasa gatal dibagian kulit yang terserang. Ikan yang terserang akan kehilangan nafsu makan, mata membengkak, sisik-sisiknya lepas dan kadang terjadi pendarahan pada kulitnya dan terjadi pembusukan pada bagian sirip akibat terinfeksi bakteri/infeksi sekunder.
Untuk menanggulangi serangan tersebut dapat dilakukan dengan cara perendaman baik menggunakan air tawar selama 15 menit atau methylene blue 0,1 ppm selama 30 menit. Perendaman dapat diulang sebanyak 2–3 kali. Sedangkan terhadap infeksi sekunder seperti pembusukan sirip dapat dicegah dengan menggunakan acriflavin 10 ppm/jam. Tindakan yang perlu dilakukan agar penyakit ini tidak menyebar adalah dengan cara mengisolasi ikan yang sakit sejauh mungkin dari ikan yang sehat. Ikan-ikan yang mati atau sakitnya parah harus segera diambil dan dimusnahkan. Selain itu pengobatan harus dilakukan sedini mungkin begitu terlihat tanda-tanda ada ikan yang sakit.
-  Tricodina
Penyakit yang disebabkan oleh Tricodina sp. disebut tricodiniasis.  Gejala dan penanggulangannya hampir sama dengan penyakit yang disebabkan oleh Cryptocarion irritans, tetapi jarang terjadi kerusakan pada kulit.
b)    Penyakit Bakterial
-   Myxobacter sp. dan Pseudomonas sp.
Beberapa jenis bakteri yang menyebabkan penyakit pada ikan pendederan kerapu adalah: Myxobacter sp. dan Pseudomonas sp. Penyakit yang ditimbulkannya disebut
penyakit sirip rontok (Bacterial Fin Rot). Umumnya gejala yang diperlihatkan adalah : adanya kerusakan terutama pada bagian siripnya. Penanggulangan penyakit ini dapat dilakukan dengan perendaman air tawar selama 15 menit atau Nitrofurazon 15 ppm selama 4 jam. Perendaman dilakukan selama 3 hari berturut-turut.
-  Bakteri Vibrio
Bakteri ini biasanya muncul sebagai patogen sekunder yang timbul kemudian akibat infeksi primer oleh protozoa.  Bakteri penyebabnya adalah Vibrio sp. dan penyakitnya disebut Vibriosis. Gejala yang diperlihatkan adalah: nafsu makan kurang, terjadi kelesuan, pembusukan pada sirip (fin rot), mata menonjol (popeye) dan terjadi pengumpulan cairan pada perut (perut kembung). Pengobatan dapat dilakukan melalui makanan, yaitu dengan pemberian 0,5 gr Oxytetracyclin/kg pakan selama 7 hari atau bila ikan tidak mau makan dapat dilakukan perendaman dengan Acriflavin 5–7 ppm selama 1 jam.
c)    Penyakit Viral
Seperti halnya pada larva, penyakit virus juga merupakan penyebab kematian terbesar pada ikan kerapu ukuran pendederan. Kematian terjadi secara tiba-tiba dengan jumlah yang cukup besar hingga mencapai 80 %. Penyakit virus yang pernah ditemukan pada ikan kerapu ukuran pendederan adalah VNNV (Viral Nervous Necrosis Virus).  Gejala yang ditunjukkan adalah : ikan berenang tidak beraturan, berputar-putar seperti spiral, hilang keseimbangan/berenang terbalik, sering menghentakkan kepala ke permukaan air secara sporadik serta hilang nafsu makan.  Seperti halnya pada larva penanggulangan penyakit virus pada ikan pendederan hingga saat ini belum dapat dilakukan.  Untuk mencegah terjadinya kematian yang besar pada ikan adalah dengan cara meningkatkan daya tahan ikan, yaitu melalui pemberian pakan yang berkualitas serta pemberian vitamin dan multivitamin dengan dosis 1 % dari pakan.
2.  Penyakit  Non Patogenik
Seperti halnya pada pemeliharaan larva, faktor non patogenik juga merupakan penyebab timbulnya penyakit pada ikan ukuran pendederan. Faktor non patogenik yang menyebabkan timbulnya penyakit adalah faktor lingkungan dan penyakit yang tidak diketahui penyebabnya, seperti sindrom gelembung renang. Faktor lingkungan erat kaitannya dengan kualitas air. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kualitas air pada pemeliharaan ikan ukuran pendederan adalah kelimpahan plankton, musim dan pencemaran..
Larva yang sehat sebelum ditebar ke dalam bak sangat penting untuk dilakukan. Di dalam tempat pemeliharaan, seperti KJA, tangki, atau bak jenis ikan ini sering menjadi sasaran berbagai parasit, bakteri, dan virus. Parasit yang paling sering dijumpai adalah Benedenia dan Neobenedenia yang hidup di kulit maupun insang. Serangan parasit ini dapat diatasi dengan cara ikan direndam selama beberapa menit di dalam air tawar. Sementara, itu, jenis bakteri yang sutra menyerang sirip dan kulit kerapu adalah Flexibacter dan Vibrio Penyakit bakteri tersebut dapat diatasi dengan pemberian antibiotik seperti mytetracycline (50 mg) atau oxolinic acid (10-30 mg) per kg bobot badan ikan secara oral.
Adanya kelimpahan plankton di perairan dapat menyebabkan kematian pada ikan, terutama pendederan yang dilakukan di KJA, karena ikan kekurangan oksigen. Kematian ikan terjadi akibat peningkatan jumlah plankton yang besar (blooming plankton) biasanya adalah plankton jenis diatom dan dinoflagellata. Beberapa jenis plankton bahkan dapat mengeluarkan racun yang dapat membahayakan kehidupan ikan. Kesuburan plankton tidak dapat dicegah sejauh faktor-faktor yang mempengaruhi tidak diketahui. Faktor iklim juga dapat menyebabkan penyakit. Pada musim penghujan, saat air hujan turun salinitas perairan mengalami penurunan hingga 29 ppt dan bertepatan dengan hal tersebut temperatur air juga mengalami penurunan. Sampai sejauh ini faktor-faktor tesebut belum dapat diketahui pengaruhnya secara langsung terhadap kesehatan ikan(Kurniastuty, dkk, 2004).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar